Kamis, 17 November 2016

Makalah Kesantunan Wacana dalam Penulisan Ilmiah

KESANTUNAN WACANA DALAM PENULISAN ILMIAH



MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok
pada Mata Kuliah Bahasa Indonesia Semester Tiga
yang Diampu oleh
Drs. H. M. Nur Fawzan Ahmad, M. A.

 Oleh kelompok 6 :
1.     Johannes Manurung   ( 24010113140091 )
2.     Ristanto                         ( 24010113120027 )
3.     Khomisatun Nisak        ( 24010113120048 )
    

JURUSAN MATEMATIKA KELAS A
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014




KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat serta hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kesantunan Wacana dalam Penulisan Ilmiah tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyampaikan ucapanterima kasih kepada:
  1. Bapak Drs.H.M. Fawzan Ahmad, M.A selaku dosen pengampu pada mata kuliah Bahasa Indonesia.
  2. Rekan-rekan semua yang mengikuti perkuliahan Bahasa Indonesia..
  3. Semua pihak yang ikut membantu penyusunan makalah “Kesantunan Wacana dalam Penulisan Ilmiah”, yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Penyusun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik pada teknis penulisan maupun materi. oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.


Semarang, 07 Oktober 2014

Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..……………………………………………….……i
DAFTAR ISI …………………………………………………………........ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang…………………………………………………...1
B.     Rumusan Masalah………………………………………………..2
C.     Tujuan Makalah…………………………………………………..2
BAB II KESANTUNAN WACANA DALAM PENULISAN ILMIAH
A. Pengertian Wacana …………………………………….................3
B. Jenis-jenis Wacana dalam Penulisan Ilmiah…….………...………4
C. Struktur Wacana dalam Penulisan Ilmiah……………...………..12
D. Kriteria Wacana yang Baik…………...........................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan  ………………………………………..…………20
B.  Saran  . ………………………………………………..................20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….....21
LAMPIRAN………………………………………………………………22
A.    Soal Latihan…………………………………………...................22
B.     Jawaban……………………………………………………….... .23









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam melaksanakan proses perkuliahan, kita sebagai seorang mahasiswa tidak lepas dari yang namanya membuat tugas. Misalnya, laporan, makalah, TA, dan skripsi.  kita seringkali dibuat bingung dan merasa kesulitan dalam menyusun kalimat-kalimat atau wacana untuk menjadi sebuah karya yang baik dan benar, dengan tujuan utama dari terbentuknya kalimat atau wacana yang baik dan benar adalah dihasilkan sebuah karangan atau karya ilmiah yang baik dan benar yang mampu menyampaikan ide-ide pokok yang ingin diungkapkan oleh seorang penulis.
Penulisan karya ilmiah harus mampu menyampaikan ide-ide pokok secara tepat yang seorang penulis ingin ungkapkan kepada pembaca, serta dapat membuat pembaca menikmati untuk membaca karangan atau karya ilmiah tersebut. dalam penulisan karya ilmiah juga harus memperhatikan kesantunan wacana dalam penulisan karya ilmiah. Kita tahu bahwa masyarakat kita sangat menjunjung kesantunan dalam hal apapun. Makna yang akan disampaikan tidak hanya terkait dengan pemilihan kata, tetapi juga cara penyampaiannya. Sebagai contoh, pemilihan kata yang tepat apabila disampaikan dengan cara kasar akan tetap dianggap kurang santun. Kesantunan memang amat penting di mana pun individu berada. Setiap anggota masyarakat percaya bahwa kesantunan yang diterapkan mencerminkan budaya suatu masyarakat, termasuk kesantunan wacana dalam penulisan Ilmiah. Kesantunan wacana sangat penting dalam penulisan karya ilmiah. Penulis dituntut bukan hanya sekedar mengarang saja, tetapi juga harus  memperhatikan kesantunan wacana dalam penulisan karya ilmiah tersebut. kesantunan wacana diperlukan guna menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah yang baik dan benar.
Dari penjelasan latar belakang di atas, maka kami mengambil judul “Kesantunan Wacana Dalam Penulisan Ilmiah” untuk makalah yang kami buat ini.


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa masalah-             masalah yang akan dijelaskan pada makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian wacana ?
2.      Bagaimana Jenis-jenis wacana dalam penulisan ilmiah  ?
3.      Bagaimana struktur wacana dalam penulisan ilmiah ?
4.      Bagaimana kriteria wacana yang baik ?

C.    Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1.      menjelaskan pengertian wacana.
2.      Menjelaskan jenis-jenis wacana dalam penulisan ilmiah.
3.      Menjelaskan  struktur wacana dalam penulisan ilmiah.
4.      Menjelaskan kriteria wacana yang baik.

















BAB II
KESANTUNAN WACANA DALAM PENULISAN ILMIAH

A.    Pengertian Wacana
Wacana adalah kesatuan yang tataranya lebih tinggi atau sama dengan kalimat, terdiri atas rangkaian yang membentuk pesan, memiliki awal dan akhir. Hal tersebut hampir sama seperti yang diungkapkan  oleh Carson bahwa wacana merupakan rentangan ujaran yang berkesinambungan ( Samsuri, 1985 : 22 ).
Kridalaksana ( 1989 : 259 ) mendefinisikan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Muharimin ( 2001 : 63 ) mengemukakan bahwa istilah wacana sekarang ini dipakai sebagai terjemahan discourse yang berarti “ kemampuan untuk maju ( dalam pembahasan ) menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya “ dan “ komunikasi buah pikiran baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur “ .
Asisi Datang dalam Winarno dkk. ( 2004 : 56 ) menambahkan bahwa di dalam wacana terdapat konsep atau gagasan yang utuh, yang dipahami tanpa keraguan oleh pembaca atau pendengar. Kata “ dipahami “ berarti seperangkat kalimat dalam wacana memiliki pertalian secara semantis. Dalam dunia tulis-menulis, wacana merupakan kumpulan paragraf yang memiliki sebuah konsep utuh dengan pemahaman yang utuh pula.
Menurut Alwi wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya dalam kesatuan makna. Kusno ( 2009 : 24 ) menyebutkan ada enam unsur penting yang terdapat dalam wacana yaitu (1) satuan bahasa, (2) terlengkap dan terbesar, (3) di atas kalimat atau klause, (4) teratur atau rapi, (5) lisan dan tulis, (6) awal dan akhir yang nyata”( Alwi , 2003 : 419 ).
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian wacana di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana adalah sebuah bentuk tindakan komunikasi interaktif yang dapat dilakukan baik secara lisan atau tertulis yang teratur menurut aturan-aturan yang semestinya atau logis. Dalam wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan kepaduan, dan wacana merupakan organisasi bahasa tertinggi yang lebih besar dari atau di atas kalimat.


B.     Jenis-jenis Wacana dalam Penulisan Ilmiah
            Menurut Kridalaksana (1989 : 259-263) wacana dapat diklasifikasikan antara lain, berdasarkan langsung atau tidaknya, berdasarkan bentuknya, dan berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya.
1.      Berdasarkan langsung atau tidaknya 
Berdasarkan langsung atau tidaknya, wacana dibedakan menjadi wacana langsung dan wacana tidak langsung.
a.       Wacana langsung
Wacana langsung adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi.
b.      Wacana tidak langsung
Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif , kata bahwa, dan sebagainya .
2.      Berdasarkan Bentuknya
a.       Puisi
b.      Prosa
c.       Drama.
3.      Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya
Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya , wacana dapat dibedakan menjadi wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi , dan persuasi.
a.       Narasi
Menurut Kridalaksana ( 1989 : 160 ) narasi adalah cerita yang didasarkan pada urutan-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi (riwayat seseorang), otobiografi  atau riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri, atau kisah pengalaman. Narasi seperti itu disebut narasi ekspositoris. Narasi bisa juga berisi cerita khayal atau fiksi atau rekaan seperti yang biasanya.
Menurut Kridalaksana ( 1989 : 160 ) pada cerita novel atau cerpen. narasi ini disebut dengan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah:
1)         Kejadian,
2)         Tokoh,
3)         Konflik,
4)         Alur atau plot,
5)         Latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, suasana.
Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang ditandai oleh adanya uraian secara kronologis. Penggunaan kata hubung yang menyatakan waktu atau urutan, seperti lalu, selanjutnya, keesokan harinya, atau setahun kemudian kerap dipergunakan.
Menurut Kridalaksana ( 1989 : 160 ) tahapan menulis narasi yaitu sebagai berikut :
1)         Menentukan tema cerita.
2)         Menentukan tujuan.
3)         Mendaftarkan topik atau gagasan pokok.
4)         Menyusun gagasan pokok menjadi kerangka secara   kronologis atau urutan waktu.
5)         Mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Kerangka karangan yang bersifat naratif dapat dikembangkan dengan pola urutan waktu. Penyajian berdasarkan urutan waktu adalah urutan yang didasarkan pada tahapan-tahapan peristiwa atau kejadian. Pola urutan waktu ini sering digunakan pada cerven, roman, kisah perjalana, cerita sejarah, dan sebagainya.
       Contoh wacana narasi :
Pagi itu desa Dawurna betul-betul kisruh. Orang berlarian tak tentu arah. Ke selatan, utara, dan barat. Yang keselatan terbirit-birit balik arah sembari berteriak “ Air laut naik “ ada yang mengendarai pit ontel, montor, mobil. Keluarga Cesi tak punya apa-apa, sambil menggendong putrinya sang ibu cuma berlari dengan kaki telanjang. Suasananya benar-benar bising. Suara tangis berlomba-lomba dengan deru kendaraan. Ada yang bilang, “ lari ke bukit “.
Untung saja Cesi dan ibunya masih kuat. Mereka ikut lari ke bukit desa. Di sana, ratusan warga sudah berkumpul sambil meraung-raung mencari sanak saudara.
Saat bumi sudah tenang mereka baru menengok rumah. Begitu pula Cesi dan ibunya. Boneka panda Cesi tergeletak di reruntuhan, tapi di manakah ayahnya ? ( Tempo, 5-11 Juni 2006 )
b.      Deskripsi
Menurut Kridalaksana (1898 : 161) deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan dan pengalaman penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memperoleh kesan atau citraan sesuai pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehingga seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri obyek tersebut. Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi merinci objek, fakta, dan citraan.
Menurut Kridalaksana (1989 : 161) dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas dua macam, yaitu sebagai berikut.
a.       Deskripsi imajinatif atau impresionis, yaitu deskripsi yang menggambarkan objek benda sesuai kesan atau imajinasi si penulis.
b.      Deskripsi faktual atau ekspositoris, yaitu deskripsi yang menggambarkan objek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat.
Menurut Kridalaksana (1989 : 161) tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:
1.      Menentukan objek pengamatan
2.      Menentukan tujuan
3.      Mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan
4.      Menyusun kerangka karangan
5.      Mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Contoh wacana Deskripsi :
Apartemen di bilangan Casablanca letaknya cukup strategis, dekat area bisnis, pusat perbelanjaan, pusat hiburan, dan mudah diakses dari berbagai sudut kota. Posisi hunian bertingkat ini berpengaruh terhadap penampilan bangunan dan pemandangan ke arah sekitar sehingga apartemen dirancang harmonis dengan kondisi lingkungannya. Desain arsitektur masa kini tidak lagi hanya bergaya mediteranian atau gaya klasik. Tren apartemen bergeser ke arah yang lebih simpel dan modern serta mengacu pada prinsip arsitektur tropis. Selain itu, susunan ruang ditata efisien dengan mengutamakan kenyamanan. Tata letak setiap unit apartemen dirancang fleksibel agar memenuhi beragam kebutuhan konsumen, terutama pada eksekutif muda. Untuk menciptakan kesan lapang, warna-warna muda dan alami, elemen, soft furnishing dan material kaca dapat diaplikasikan. ( Kompas 18 Februari 2005 ).

c.       Eksposisi
Wacana eksposisi merupakan rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu pokok pikiran. Pokok pikiran itu lebih dijelaskannya lagi dengan cara menyampaikan uraian bagian-bagian atau detailnya. Tujuan pokok yang ingin dicapai pada wacana ini tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu itu supaya lebih jelas, mendalam, dan luas dari sekedar sebuah pernyataan yang bersifat global atau umum( Kridalaksana , 1989 : 161 ).
Menurut Kridalaksana ( 1989 : 162 ) Pola pengembangan Eksposisi terdiri dari lima macam..
1)      Eksposisi proses
Eksposisi proses adalah paragraf eksposisi yang menjelaskan serangkaian tindakan, pengolahan dalam menghasilkan sesuatu, uraian cara terjadinya sesuatu, cara melakukan sesuatu secara kronologis.
Contoh:
Setelah dituang dari tabung bambu, cairan manis tersebut  kemudian disaring, ditampung dalam tempayan kemudian direbus sampai mendidih. Dalam waktu lebih kurang 2 jam cairan tersebutakan mengental dan berwarna coklat. Selanjutnya diturunkan dan diaduk dengan posisi miring, agar menjadi dingin. Lebih kurang 20 menit, cairan gula merah tersebut siap dicetak, sesuai dengan bentuk yang diinginkan. ( Kompas 18 Februari 2005 )

2)      Eksposisi perbandingan
Eksposisi perbandingan adalah paragraf eksposisi yang menjelaskan perbandingan dua hal atau lebih dengan menunjukkan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan dari objek yang dibandingkan.
Contoh:
Dalam kesasatraan Indonesia kita mengenal karya sastra yang disebut pantun dan syair. Kedua karya sastra itu terbentuk puisi dan tergolong karya sastra lama. Keduanya memiliki jumlah baris yang sama dalam tiap bait, yaitu empat baris. Baik pantun maupun syair sekarang jarang dijumpai pada karya sastra masa kini. Kalaupun da abiasanya hanya dalam nyanyian saja. (Kompas 18 Februari 2005 ).

3)      Eksposisi sebab-akibat
Eksposisi sebab-akibat adalah paragraf eksposisi yang menguraikan sesuatu dengan cara dijelaskan dalam bentuk hubungan sebab akibat atau akibat sebab.
Contoh:
Krisis minyak bumi menambah parahnya inflasi. Dalam waktu singkat harga minyak bumi naik empat kali lipat. Biaya produksi pun naik karena pabrik banyak menggunakan bahan bakar minyak untuk mengoperasikan mesin. Harga barang-barang di pasaran juga menjadi semakin tinggi. Akibatnya, daya beli masyarakat menjadi semakin menurun. ( Kompas 18 Februari 2005 ).

4)      Eksposisi illustrasi
Eksposisi illustrasi adalah paragraf eksposisi yang menggunakan penjelasan tambahan untuk memperjelas paparan lain.
Contoh:
Menurut undang-undang ketenagakerjaan semua perusahaan diwajibkan menjamin keselamatan dan kesehatan setiap tenaga kerjanya. Jam kerja para karyawan ditentukan. Biasanya 8 jam sehari. Tiga jam setelah bekerja. Mereka diberikan kesempatan untuk istirahat selama lebih kurang 15 menit. Waktu istirahat digunakan untuk meminum menikmati makanana kecil. Setelah itu mereka bekerja kembali. Selain itu, para pekerja diwajibkan mengenakan masker, khususnya di tempat kerja yang berasap, berdebu, dan berabu. ( Kompas 18 Februari 2005 ).

5)      Eksposisi Umum Khusus atau khusus umum.
Eksposisi Umum Khusus atau khusus umum adalah paragraf eksposisi yang dimulai dengan menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang bersifat umum kemudian menjelaskannya dengan kalimat-kalimat pendukung yang lebih khusus.
Contoh:
Industri berskala rumah tangga mengalami perkembangan pesat. Industri kompor minyak di Jawa Timur bahkan telah berancang-ancang ekspor. Industri emping belinjo di Jawa Tengah pun tidak mau ketinggalan, perkembangannya cukup membanggakan. Demikian juga industri kerajinan senjata tajam (bedog) di Jawa timur. Pemasaran senjata jenis golok ini telah sampai ke pulau Sumatra ( Kompas 18 Februari 2005 ).

Menurut Kridalaksana (1989 : 162) tahapan menulis karangan eksposisi ada lima, yaitu sebagai berikut:
a)   Menetapkan objek pengamatan
b)   Menentukan tujuan tulisan dan pola penyajian eksposisi
Tujuan tulisan ditetapkan agar pokok persoalan yang ditulis mudah dipahami pembaca.
c)   Mengumpulkan bahan tulisan
Bahan tulisan eksposisi dapat diperoleh melalui berbagai sumber, misalnya sumber tertulis (koran, buku, majalah, dsb), wawancara dengan narasumber, pengamatam langsung terhadap suatu objek, angket yang disebarkan kepada masyarakat, dsb.
d)  Membuat kerangka tulisan
Kerangka tulisan dibuat berdasarkan bahan-bahan yang telah diperoleh.
e)   Mengembangkan tulisan
1)      Kerangka karangan yang telah disusun kemudian di kembangkan.
2)      Kembangkan karangan-karangan dengan menggunajan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta perhatikan pula kohesi dan kohorensi kalimat.
3)      Berikan judul yang menarik dan sesuai dengan tema tulisan serta tuliskan judul dengan baik dan benar.

d.      Argumentsi
Menurut Kridalaksana (1989 : 162) karangan argumentasi adalah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Karangan argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau sanggahan terhadap suatu pendapat dengan memaparkan alasan-alasan yang rasional dan logis.
Menurut Kridalaksana (1989 : 162) tahapan menulis karangan argumentasi ada lima tahap.
1)      Menentukan tema atau topik permasalahan,
2)      Merumuskan tujuan penulisan,
3)      Mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung,
4)      Menyusun kerangka karangan, dan
5)      Mengembangkan kerangka karangan.

Contoh wacana argumentasi:
Malino merupakan salah satu objek wisata di Sulawesi Selatan. Akhir-akhir ini objek wisata tersebut sudah menjadi salah satu alternative  yang dipilih oleh warga Kota Makassar. Letaknya yang tidak terlalu jauh dari pusat Kota Makassar membuatnya banyak wisatawan yang senang ke sana. Daerah pegunungan yang berjarak sekitar 40 km dari Makassar ini memiliki udara yang sejuk dan bersih. Setiap hari Sabtu sore villa dan penginapan di sana sudah mulai dipenuhi wisatawan. Kalau ingin menikmati indahnya suasana di pegunungan sambil memandang pohon pinus dan kebun teh yang menghijau, maka Malinolah tempat yang paling tepat. ( Kompas 18 Februari 2005 ).

e.       Persuasi
Menurut Kridalaksana (1989 : 163) wacana persuasi adalah wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat,  biasanya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pembaca atau pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut. Wacana persuasi merupakan wacana yang bertujuan mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penuturnya. Wacana persuasif dapat ditemukan dalam bentuk wacana iklan, bahwa iklan merupakan salah satu jenis penggunaan bahasa yang bertujuan mempengaruhi dan menyerang calon konsumen agar menggunakan suatu layanan jasa atau produk yang diiklankan. Oleh sebab itu, iklan sering disebut sebagai wacana persuasi-provokasi.
Contoh:
Apakah anda sedang sters sehingga susah bernafas? Ataukah anda mau keluar dari keadaan sekarang. Kalau begitu, anda mau mengalami surga dunia? Ada satu cara supaya anda dapat merasakan surga dunia. Caranya, cobalah minum kopi Nikmat. Kalau anda tidak suka minum kopi atau minum kopi lain, itu berarti anda menghilangkan tiket ke arah surga dunia. Mengapa? Nikmat adalah tiket ke surga dunia karena melalui kopi ini ada perasaan istimewa untuk anda. Waktu minum kopi Nikmat, stres anda dapat hilang. Dengan Rp 500,00 per saset untuk satu cangkir, anda dapat membuktikannya. Tidak percaya? Coba saja! ( tulisan Lee Jeong Bin, BIPA 2005).

C.    Struktur Wacana dalam Penulisan Ilmiah
Menurut (Anggraini, dkk, 2006 : 105-107) wacana mempunyai struktur yang ketat. Secara garis besar struktur wacana terdiri dari tiga bagian :
1.      Pendahuluan atau pembuka
Menurut Anggraini, dkk (2006 : 105) bagian pendahuluan dapat menjadi bagian yang paling sulit untuk dimulia. Maka tidaklah heran apabila bagian ini disempurnakan kembali setelah bagian isi karangan selesai. Sebagai pendahuluan, paragraf ini harus memikat pembaca agar tertarik untuk membaca, di samping daya tarik awal adalah judul wacana. Kita asumsikan bahwa tidak semua pembaca memahami topik yang diuraikan. Karena itu, kita perlu membari semacam pengantar untuk sampai ke pokok masalah atau topik pembicaraan yang akan di bicarakan dalam paragraf isi .
Menurut Anggraini, dkk ( 2006 : 105 ) teknik-teknik membuka wacana diuraikan di bawah ini
a.       Memulai dengan anekdot (cerita menarik, aneh, lucu), pertanyaan, fakta, statistik, kutipan, peribahasa, pengalama, lagu atau puisi yang terkait dengan topik.
b.      Memberi ulasan (review) atas beberapa temuan dari orang-orang terdahulu.
c.       Memulai dengan pernyataan yang umum atau akrab dengan pembaca.
d.      Menyatakan subtopik atau rencana penulisan.
Pada paragraf pendahuluan, penulis perlu mencamtukan tujuan penulisan atau tesisnya. Karena fungsinya untuk memperkenalkan topik, sebaiknya tidak meletakan tesis atau tujuan penulisan di  awal paragraf pendahuluan. Tesis yang baik tidak dinyatakan secara tiba-tiba. Sebuah tesis dijabarkan dengan terlebih dahulu memberikan latar belakang informasi sebelum akhirnya mempersempit fokus pembicaraaan wacana.
Contoh
Bahasa Indonesia bukanlah pelajaran yang bari di jenjang perguruan tinggi.berbeda dengan ketika duduk di bangku sekolah, pelajaran bahasa Indonesia menekankan banyak aspek, seperti ketrampilan berbicara, menulis, mendengarkan, dan membaca. Di perguruan tinggi, bahasa Indonesia yang diajarkan menekankan bagaimana mahasiswa mampu menulis karya ilmiah. Mahasiswa dilatih untuk memahami teknis menulis ilmiah secara langsung mengenai sasarannya, yaitu bidang studinya. Sayangnya, dalam praktik mengajar menulis mengalami kesulitan. Bagaimana sebaiknya mengajarkan menulis karya ilmiah di tingkat perguruan tinggi? ( dikutip dari Asih Anggraini, dkk : 2006 : 106 ).

2.      Paragraf Isi
      Menurut  Anggraini, dkk ( 2006 : 106 ) paragraf isi biasanya terdiri atas satu atau beberapa paragraf. Di bagian ini dikembangkan secara tuntas apa yang menjadi tujuan penulisan atau tesis yang telah diungkapkan di dalam bagian pendahuluan. Pada bagian ini, bila dalam karangan ilmiah, seperti makalah, dapat dibagi atas subbab-subba. Setiap subbab dikembangkan dalam paragraf-paragraf.
Corbert dikutip dari Widyamartaya dan Veronica Sudiati ( 1997 : 142-143 ) memberikan cara mengembangkan paragraf isi, yaitu:
a.       Mengutip data, fakta, statistik, bukti
b.      Meringkas, mengutip, mengatakan dengan kata-kata sendiri kesaksian orang lain sehubungan dengan apa yang sedang dibicarakan
c.       Memberi anekdot
d.      Mendefinisikan istilah
e.       Membandingkan atau mempertentangkan yang sedang dibicarakan dengan hal lain
f.       Menganalisi atau mencari sebab musabab topik yang dibicarakan
g.      Menguraikan akibat atau konsekuensi dari topik yang dibicarakan.
Antarparagraf di dalam bagian isi harus saling berkaitan. Cara yang digunakan untuk membuatnya berkaitan adalah dengan (1) peralihan atau transisi berupa kata, frase, klausa, kalimat, atau paragraf pendek. (2) repetisi kata kunci.
Contoh
Cara lainnya untuk memudahkan mengajar menulis adalah dengan menyempatkan waktu mengoreksi semua tulisan mahasiswa dan meminta mereka untuk menulis ulang. Cara ini tergolong cukup merepotkan untuk kelas dengan mahasiswa banyak, lebih dari 30 orang karena berarti dosen harus menyediakan waktu untuk memeriksa semua tulisan. Setelah selesai mengoreksi terus dikembalikan kepada mahasiswa. Demikian seterusnya hingga tulisan betul-betul sempurna. ( dikutip dari Asih Anggarini, dkk : 2006 : 108 )

3.      Paragraf Penutup
Menurut Anggraini, dkk (2006 : 106) bagian paragraph penutup merupakan bagian yang mengakhiri karangan, terdiri atas satu hingga tiga paragraf. Fungsi paragraf ini adalah (1) menandai wacana telah selesai atau sudah berakhir (2) mengingatkan pembaca akan pentingnya masalah dan tujuan wacana (3) memuaskan keingintahuan pembaca tentang topik
Menurut Anggraini, dkk ( 2006 : 107 ) ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menutup wacana:
a.       Meringkas hal-hal penting yang telah dibicarakan dalam tubuh
b.      Menyatakan kembali dengan kata-kata lain gagasan pokok seluruh wacana
c.       Menyajikan penafsiran dari bagian isi wacana
d.      Menambah komentar terhadap topik
e.       Memberi kutipan, proyeksi masalah di masa depan
f.       Memberi rekomendasi ( anjuran kepada pembaca )
g.      Menyatakan solusi
Contoh:
Dari uraian di atas diketahui mengajar di perguruan tinggi lebih menekankan pada proses pemelajaran menulis dengan berorientasi ke mahasiswa. Tentu saja masih ada cara lain yang lebih efektif untuk mengajar menulis di tingkat perguruan tinggi. Apa pun cara itu, patutlah diingat bahwa mengajar bahasa Indonesia di perguruan tinggi tidak dengan mengulang-ulang teori seperti ketika di bangku sekolah yang tentunya pasti akan membosankan.

D.    Kriteria Wacana yang Baik
Bagaimanakah wacana yang baik? Sebuah wacana dapat digolongkan pada wacana yang baik apabila wacana tersebut memenuhi kriteria wacana yang baik  (Anggaraini, dkk : 2006 : 119-122). Dalam wacana tersebut harus mengandung beberapa hal diantaranya:
1.      Topik dan tujuan
Menurut Anggaraini, dkk (2006 : 119) topik atau pokok pembicaraan merupakan landasan untuk mencapai tujuan dalam pembicaraan. Di atas pokok pembicaraan itulah kita menempatkan tujuan yang kita harapkan. Dengan demikian, topik dan tujuan bertalian sangat erat dengan tanggapan yang diharapkan dari pendengar atau pembaca.
2.      Kepaduan wacana
Menurut Anggaraini, dkk ( 2006 : 119 ) untuk membuat antarbagian ( kalimat, paragraf, antarparagraf, antarbab) di dalam wacana menjadi saling berkaitan, kita perlu memahami kohesi atau pertalian gramatikal dan koherensi atau pertalian semantik, dua unsur yang berperan penting dalam wacana. Kumpulan kalimat yang acak, tidak mempunyai koherensi makna tidak dapat disebut wacana meskipun secara gramatikal kalimat itu kohesif. Wacana yang menarik dan enak dibaca adalah wacana yang kohesif dan koheren.
Wacana dikatakan kohesif bila mempunyai satu kesatuan ide atau pokok masalah di dalam setiap paragrafnya. Kohesi juga menandai adanya pertautan makna pada permukaan tulisan. Kohesi dapat diciptakan melalui pemakaian aspek gramatikal atau tata bahasa dan leksikal atau kata.
Menurut Anggaraini, dkk ( 2006 : 120 ) ada empat aspek gramatikal yang berperan dalam menciptakan wacana yang kohesif:
a.       Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian  kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraph. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.
Contoh:
Keadaan ekonominya semakin baik sejak ayahnya meninggal. Akan tetapi, tabiatnya yang malas membuat hartanya semakin lama semakin habis.
b.      Penyulihan atau penggantian ( substitusi )
Contoh : Pak Herman berangkat ke sekolah sehabis salat subuh. Guru teladan itu menjalani provfesinya sudah belasan tahun.
c.       Pelepasan ( elipsis )
Pelepasan ( elipsis ) yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama
yang terdapat kalimat yang lain. Dengan ellipsis, karena tidak di ulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
Contoh : Aku dan dia sama-sama mendaftar di fakultas ekonomi. Berangkat ke kampus pun { } bersama-sama.
Menurut Anggaraini, dkk (2006 : 120-121) selain aspek gramatikal, aspek leksikal turut mendukung kepaduan wacana.
a.       Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana.
Contoh : Kemarin dia bilang sayang kepadaku. Entah mengapa sekarang tiba-tiba dia amat benci kepadaku.
b.       Menggunakan hubungan generik-spesifik; atau sebaliknya spesifik generik.
Contoh : UUD RI adalah UUD’45. Dalam pasal 33 Ayat 1 disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
c.       Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.
Contoh : Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak ketemu nasi.
d.      Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atai isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.
Contoh :  Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.
e.       Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana.
Contoh : Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.
f.       Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.
Contoh : Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh memacetkan lalu lintas.
3.      Kesatuan wacana
            Menurut Anggaraini, dkk (2006 : 121) selain kepaduan, persyaratan penulian wacana yang baik adalah perinsip kesatuan. Yang dimaksud dengan perinsip kesatuan adalah tiap paragraf-paragraf sebagai penyusun wacana memiliki keterekaitan yang dibahas. Katerkaitan tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan menggunakan pola pengembangan khusus ke umum. Dengan pengembangan cara ini kita mampu menjelaskan sesuatu dengan secara umum terdahulu.
4.       Wacana harus mempunyai pembuka dan penutup
            Menurut Anggaraini, dkk (2006 : 122) wacana yang baik adalah wacana yang mempunyai pembuka dan penutup. Wacana ideal memang demikian seharusnya. Bagian awal adalah bagian yang pembuka dan yang menghantarkan pokok pikiran dalam wacana itu. Sering pengarang atau penutur mulai dengan beberapa kalimat yang merangkum seluruh cerita. Sifat-sifat dari kalimat ini harus menarik perhatian pembaca,serta dapat membawa arah atau jalan pikiran pembaca kepada gagasan-gagasan yang akan diuraikan dalam wacana. Bagian penutup yaitu kalimat-kalimat atau alinea yang dimaksud untuk mengakhiri wacana. Alinea ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuaraikan dalam bagian isi wacana.
5.      Kelengkapan paragraf
            Menurut Anggaraini, dkk (2006 : 122) sebuah paragraf dikatakan lengkap apabila di dalamnya terdapat paragaraf-paragaraf yang menjadi inti dari suatu pembahasan yang diangkat dalam wacana tersebut secara lengkap untuk menunjuk pokok pikiran . Ciri-ciri paragaraf penjelas yaitu berisi penjelasan berupa rincian, keterangan, contoh, dan lain-lain. Selain itu, kalimat penjelas berarti apabila dihubungkan dengan paragaraf-pargaraf di dalam wacana. Kemudian paragaaf penjelas sering memerlukan bantuan kata penghubung, baik kata penghubung antarkalimat maupun kata penghubung intrakalimat.























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Wacana adalah sebuah bentuk tindakan komunikasi interaktif yang dapat dilakukan baik secara lisan atau tertulis yang teratur menurut aturan-aturan yang semestinya atau logis. Dalam wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan kepaduan, dan wacana merupakan organisasi bahasa tertinggi yang lebih besar dari atau di atas kalimat.
Jenis-jenis wacana ada tiga yaitu berdasarkan langsung atu tidaknya yang terdiri dari wacana langsung dan tidak langsung, berdasarkan bentuknya yang berupa puisi, prosa, atau drama, dan berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya yang terdiri dari wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Wacana yang  baik harus mempunya struktur yang lengkap yang terdiri dari pendahuluan atau pembuka, paragraf idi, dan paragraf penutup.
 Wacana yang baik harus mengandung beberapa hal diantaranya yaitu topik dan tujuan, kepaduan wacana, kesatuan wacana, wacana harus mempunyai pembuka dan penutup, dan kelengkapan paragraf.

B.     Saran
Kesantunan wacana dalam penulisan ilmiah sangat diperlukan dalam terciptanya sebuah karangan atau karya ilmiah yang baik dan benar. Oleh karena itu, calon penulis harus mengerti dan memahami hal-hal yang berhubungan dengan penulisan ilmiah, seperti pengertian wacana, macam-macam wacana, struktur wacana dalam penulisan ilmiah, kriteria wacana yang baik, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan penulisan ilmiah.






DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Anggarani, Asih, dkk . 2006. Keterampilan Menulis Ilmiah di Perguruan tinggi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Arifin dan Rani. 2000. Dasar-dasar Penulisan karangan Ilmiah. Jakarta : Grasindo.
Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Kusno. 1986. Tata Bahasa Indonesia. Bandung: CV. Rosda.
Maharimin, Ismail. 2001. Menulis Secara Populer. Jakarta : Pustaka jaya.
Samsuri. 1985. Analisis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Widyamartaya, Al. dan Veronica Sudiati. 1997. Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Grasindo.
Winarno, Yunita T., dkk. ( Ed ). 2004. Karya Tulis Ilmiah Sosial. Jakarta : Yayasan Obor.













LAMPIRAN
A.       Soal Latihan
Pilihlah salah satu jawaban di bawah ini dengan tepat dan benar.
1.      Wacana yang baik akan menyajikan salah satu topik. Pengertian topik adalah….
a.  tema yang terdapat dalam wacana      c.  Pokok pembicaraan
b.   sama dengan judul                              d.  Pokok permasalahan.
2.      Tatanan bahasa yang tertinggi adalah…
a.    percakapan                                          c.  wacana
b.   tuturan                                                d.  paragraf
3.      Di bawah ini terdapat ciri-ciri wacana yang baik kecuali….
a.    harus berupa cakapan                        c. Satuan bahasa terlengkap
b.   merupakan kohesi dan koherensi      d.  Mempunyai topik dan tujuan
4.      ada berapa macam wacana berdasarkan tujuan dan cara pemaparannya ?
a.    3                                                         c.  2
b.   4                                                         d.  5
5.      Wacana yang baik adalah wacana yang mengandung kohesif dan koherensif.  Koherensif adalah…..
a.    hubungan yang padu
b.   hubungan di antara unsur-unsurnya sangat erat
c.    hubungan timbal balik antara kalimat, mudah dipahami tanpa kesulitan
d.      kepaduan hubungan antara unsur.

Isilah soal di bawah ini dengan benar.
1.sebutkan macam-macam wacana beserta pengertiannya !






B.        Jawaban
1.   A
2.   C
3.   A
4.   D
5.   D

             Jawaban
1.      a. Narasi yaitu cerita yang didasarkan pada urutan-urutan suatu kejadian atau peristiiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi, otobiografi, atau kisah pengalaman.
       b. Deskripsi yaitu karangan yang menggambarkan suatu obyek berdasarkan    hasil pengamatan, perasaan dan penalaman penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memperoleh kesan atau citraan sesuai pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehingga seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami objek tersebut.
       c. Eksposisi yaitu karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya.
 d. Argumentasi yaitu karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.
         e. Persuasi yaitu karangan yang bertujuan mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan perbuatan sesuai yang diharapkan penuturanya. Untuk mempengaruhi pembacanya, biasanya digunakan segala daya dan upaya yang membuat mitra tutur terpengaruh.





1 komentar:

  1. Casinos near Hollywood, CA | JTM Hub
    Searching for Casinos near Hollywood, 남원 출장샵 CA is as 밀양 출장안마 convenient 동두천 출장마사지 as opening hours. It's one of the best times to get on 상주 출장샵 the 창원 출장샵 road. With over 850 slot machines

    BalasHapus